Masjid Yang Ada Makamnya Oleh : KH. Ma'ruf Khazin Para pengurus masjid Ma’ashabirin, Kota Baru Ujung, Pontianak, berkisah kepada saya saat saya bersilaturrahmi kesana di akhir Ramadlan 2014 ini, bahwa ada seorang jamaah yang enggan untuk salat lagi di masjid tersebut, karena di belakang masjid ada banyak kuburan. Jamaah ini berkata: “Saya menyesal pernah salat di masjid ini sejak dulu”. Sahkah salat di masjid tersebut sebagaimana lazimnya masjid yang di belakang atau sampingnya ada makamnya? Jawaban: Salatnya tetap sah! sebab kita hanya beribadah dan menyembah kepada Allah, bukan ke kuburan. Anggota jamaah yang menyesali pernah melakukan salat di masjid tersebut karena dipengaruhi pemahaman yang tidak benar dari hadis berikut: عَنْ عَائِشَةَ - رضى الله عنها أَنَّ أُمَّ حَبِيبَةَ وَأُمَّ سَلَمَةَ ذَكَرَتَا كَنِيسَةً رَأَيْنَهَا بِالْحَبَشَةِ ، فِيهَا تَصَاوِيرُ ، فَذَكَرَتَا لِلنَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَ إِنَّ أُولَئِكَ إِذَا كَانَ فِيهِمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا ، وَصَوَّرُوا فِيهِ تِيكَ الصُّوَرَ ، أُولَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه البخاري) “Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Ummu Habibah dan Ummu Salamah menyebutkan sebuah gereja yang mereka lihat di Habasyah yang memiliki banyak gambar. Lalu mereka menyampaikan kepada Nabi Shalla Allahu alaihi wa sallama, dan Nabi bersabda: “Jika ada diantara mereka seseorang yang saleh lalu mati, maka mereka membangun tempat sujud di atas kuburnya. Mereka membuatkan gambar di dalamnya. Mereka inilah seburuk-buruk makhluk disisi Allah di hari kiamat” (HR al-Bukhari) Teks ‘Masjid’ dalam hadis ini bukanlah sebuah masjid yang kita kenal saat ini. Maksud ‘Masjid’ disini adalah tempat sujud untuk menyembah kubur, sebagaimana makna dasar dari kalimat ‘Sajada’. Berikut penjelasan beberapa ahli hadis - Al-Hafidz Ibnu Hajar وَقَالَ الْبَيْضَاوِيّ : لَمَّا كَانَتْ الْيَهُود وَالنَّصَارَى يَسْجُدُونَ لِقُبُورِ الْأَنْبِيَاء تَعْظِيمًا لِشَأْنِهِمْ وَيَجْعَلُونَهَا قِبْلَة يَتَوَجَّهُونَ فِي الصَّلَاة نَحْوهَا وَاِتَّخَذُوهَا أَوْثَانًا لَعَنَهُمْ وَمَنَعَ الْمُسْلِمِينَ عَنْ مِثْل ذَلِكَ ، فَأَمَّا مَنْ اِتَّخَذَ مَسْجِدًا فِي جِوَار صَالِح وَقَصَدَ التَّبَرُّك بِالْقُرْبِ مِنْهُ لَا التَّعْظِيم لَهُ وَلَا التَّوَجُّه نَحْوه فَلَا يَدْخُل فِي ذَلِكَ الْوَعِيد (فتح الباري لابن حجر - ج 2 / ص 148) “al-Baidlawi berkata: Ketika Yahudi dan Nasrani bersujud kepada kuburan para Nabi karena mengagungkan mereka dan menjadikannya sebagai kiblat dalam salat serta menjadikannya berhala, maka Nabi melaknatnya dan melarang umat Islam melakukannya. Sedangkan orang yang menjadikan masjid di dekat orang saleh dan bertujuan mencari berkah berada di dekatnya, bukan untuk mengagungkan dan menghadap kearahnyanya, maka tidak masuk dalam ancaman tersebut” (Fath al-Bari 2/148) - Al-Hafidz al-Suyuthi قَالَ الْبَيْضَاوِي لَمَّا كَانُوْا يَسْجُدُوْنَ لِقُبُوْرِ أَنْبِيَائِهِمْ تَعْظِيْمًا لَهَا نَهَى أُمَّتَهُ عَنْ مِثْلِ فِعْلِهِمْ أَمَّا مَنِ اتَّخَذَ مَسْجِدًا بِجِوَارِ صَالِحٍ أَوْ صَلَّى فِي مَقْبَرَتِهِ اِسْتِظْهَارًا بِرُوْحِهِ أَوْ وُصُوْلِ أَثَرٍ مِنْ عِبَادَتِهِ إِلَيْهِ لَا لِتَعْظِيْمِهِ فَلَا حَرَجَ أَلَا تَرَى أَنَّ قَبْرَ إِسْمَاعِيْلَ بِالْحَطِيْمِ وَذَلِكَ الْمَحَلُّ أَفْضَلُ لِلصَّلَاةِ فِيْهِ وَالنَّهْيُ عَنِ الصَّلَاةِ بِالْمَقْبَرَةِ مُخْتَصٌّ بِالْمَنْبُوْشَةِ أهـ (الشمائل الشريفة – ج 1 / ص 379) “al-Baidlawi berkata: Ketika Yahudi dan Nasrani bersujud kepada kuburan para Nabi karena mengagungkan, maka Nabi melarang umatnya untuk melakukannya. Sedangkan orang yang menjadikan masjid di dekat orang saleh atau salat di makamnya untuk menampakkan ruhnya atau sampainya bekas ibadahnya kepadanya, bukan untuk mengagungkan, maka tidak apa-apa. Tidakkah kamu lihat bahwa makam Ismail berada di tembok dekat ka’bah, sementara salat di tempat itu termasuk salat yang utama. Adapun larangan salat di kuburan hanya tertentu dengan kuburan yang digali” (Syamail al-Syarifah 1/379) - Al-Hafidz al-Munawi (Dalam Faidl al-Qadir 5/320) Makam Nabi Ismail letaknya berada di dekat Ka’bah diperkuat beberapa riwayat dari sahabat berikut: - Sahabat Abdullah bin Abbas عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ قَبْرَانِ لَيْسِ فِيْهِ غَيْرُهُمَا قَبْرُ إِسْمَاعِيْلَ وَشُعَيْبٍ عَلَيْهِمَا الصَّلاَةُ وَالسَّلَامُ فَقَبْرُ إِسْمَاعِيْلَ فِي الْحِجْرِ وَقَبْرُ شُعَيْبٍ مُقَابِلُ اْلحَجَرِ اْلأَسْوَدِ (تاريخ دمشق – ج 23 / ص 79) “Ibnu Abbas berkata: Di Masjidil Haram ada 2 makam, tidak ada yang lain. Yakni makam Ismail dan Syuaib. Makam Ismail terletak di Hijir (batu) dan makam Syuaib di depan Hajar Aswad” (al-Hafidz Ibnu Asakir, Tarikh Dimasyqi 23/79) - Sahabat Abdullah bin Zubair سَعِيْدُ بْنُ حَرْبٍ الْعَبْدِي قَالَ سَمِعْتُ بْنَ الزُّبَيْرِ وَهُوَ يَقْلَعُ قَوَاعِدَ الْبَيْتِ فَأَتَى عَلَى تُرْبَةٍ صَفْرَاءَ عِنْدَ الْحَطِيْمِ فَقَالَ وَارُوْهَا فَاِنَّ هَذَا قَبْرُ إِسْمَاعِيْلَ (الثقات لابن حبان - ج 4 / ص 284) “Said bin Harb berkata: Saya mendengar Ibnu Zubair saat menggali pondasi Ka’bah, ia mendatangi tanah kuning di dekat tembok, ia berkata: “Tutuplah. Sebab ini adalah makam Ismail” (Tsiqat Ibnu Hibban 4/284) Masjid Khaif di Mina juga ada makamnya dan Nabi Muhammad salat disana, dalam sebuah riwayat disebutkan: وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي مَسْجِدِ اْلخَيْفِ قُبِرَ سَبْعُوْنَ نَبِيّاً. رواه البزار ورجاله ثقات. (مجمع الزوائد ومنبع الفوائد - ج 2 / ص 22) “Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Nabi Shalla Allahu alaihi wa sallama bersabda: Di masjid Khaif dimakamkan 7 Nabi” (HR al-Bazzar, al-Haitsami berkata: Para perawinya terpercaya) Hadis ini divonis dlaif oleh Syaikh Albani dengan berbagai macam cara. Sementara ulama ahli hadis yang lebih kredibel dan bergelar al-Hafidz sudah jelas menyatakan tidak dlaif. Mengapa justru yang tidak pernah mendapat gelar al-Hafidz menilai dlaif? Ulama ahli hadis yang lain al-Hafidz Ibnu al-Jauzi, yang sering dijadikan referensi oleh Albani dalam menilai palsu terhadap beberapa hadis, menyebutkan bahwa di masjid Khaif memang ada makam Nabi: عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: صَلَّى جِبْرِيْلُ عَلَى آدَمَ، كَبَّرَ عَلَيْهِ أَرْبَعاً وَصَلَّى جِبْرِيْلُ بِالْمَلَائِكَةِ يَوْمَئِذٍ، وَدُفِنَ فِي مَسْجِدِ الْخَيْفِ وَاحِدٌ مِنْ قِبَلِ الْقِبْلَةِ وَلُحِدَ لَهُ وَكُتِمَ قَبْرُهُ. (المنتظم – ج 1 / ص 35) “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: Jibril salat atas janazah Adam. Ia takbir 4 kali. Jibril saat itu salat dengan para malaikat. Adam dimakamkan di masjid Khaif dari arah kiblat, dibuatkan liang lahat dan makamnya disembunyikan” (al-Muntadzam 1/35) وَقَالَ عُرْوَةُ بْنُ الزُّبَيْرِ: أَتَاْهُ جِبْرِيْلُ بِثِيَابٍ مِنَ الْجَنَّةِ وَحَنُوْطٌ مِنْ حَنُوْطِهَا، فَكَفَّنَهُ وَحَنَّطَهُ وَحَمَلَتْهُ الْمَلَائِكَةُ حَتَّى وَضَعَتْهُ بِبَابِ الْكَعْبَةِ وَصَلَّى عَلَيْهِ جِبْرِيْلُ ثُمَّ حَمَلَتْهُ الْمَلَائِكَةُ حَتَّى دَفَنَتْهُ فِي مَسْجِدِ الْخَيْفِ. (المنتظم - ج 1 / ص 36) “Diriwayatkan dari Urwah bin Zubair, ia berkata: Jibril membawa kain (kafan) dari surga dan kapas dari surga. Ia mengafaninya dan dibawa oleh malaikat ke pintu ka’bah. Jibril salat atas janazah Adam. Malaikat kemudian membawanya dan dimakamkan di masjid Khaif” (al-Muntadzam 1/36)
0 komentar:
Posting Komentar