Pada Kyai, Ummat Berkiblat

Kyai Abdullah Kafabihi Machrus, Pondok Pesantren HM Lirboyo Kediri: Untuk apa seorang alim hidup bila ilmunya tak sedikitpun bermanfaat bahkan untuk dirinya sendiri.

Jalinlah Ikatan Suci Dengan Kaum Sholihin

Janganlah kalian mensia-siakan persahabatan dengan orang mulia, yaitu orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah Ta’ala dan RasulNya. Mereka adalah orang-orang yang cahayanya berkilauan.

Penampilan Bukan Indikator Keimanan

KH. Muslim Imam Puro: Banyak orang telah merasa berislam sempurna saat jidatnya menghitam dan bercelana cingkrang, kemudian menuduh mereka yang tidak sepertinya sebagai musyrik atau ahli bid'ah.

Beragama Berdasar Quran Hadits

Sebelum kau membid'ahkan dan mengkufurkan orang, pelajari Quran dan Haditsmu secara benar, tidak sekedar copy paste dari Sheikh Google dan Orang-orang kemarin sore yang berfikiran sempit.

Wanita Shalihah adalah yg memenuhi diri dg rasa malu

dizaman akhir nanti orang-orang akan berzina disepanjang jalan,hingga untuk lewat orang-orang harus miminta mereka minggir dari jalan. Habib Muhammad Al Haddad

Senin, 27 Agustus 2012

Gara-gara Iddah Wanita Muslimah, Pakar Genetika Yahudi Masuk Islam

Seorang pakar genetika Robert Guilhem mendeklarasikan keislamannya setelah terperangah kagum oleh ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang iddah(masa tunggu) wanita Muslimah yang dicerai suaminya seperti yang diatur Islam. Guilhem, pakar yang mendedikasikan usianya dalam penelitian sidik pasangan laki-laki baru-baru ini membuktikan dalam penelitiannya bahwa jejak rekam seorang laki-laki akan hilang setelah tiga bulan. Guru besar anatomi medis di Pusat Nasional Mesir dan konsultan medis, Dr. Abdul Basith As-Sayyid menegaskan bahwa pakar Robert Gelhem, pemimpin yahudi di Albert Einstain College dan pakar genetika ini mendeklarasikan dirinya masuk Islam ketika ia mengetahui hakikat empiris ilmiah dan kemukjizatan Al-Quran tentang penyebab penentuan iddah (masa tunggu) perempuan yang dicerai suaminya dengan masa 3 bulan. Ia menambahkan, pakar Guilhem ini yakin dengan bukti-bukti ilmiah. Bukti-bukti itu menyimpulkan bahwa hubungan persetubuan suami istri akan menyebabkan laki-laki meninggalkan sidik (rekam jejak) khususnya pada perempuan. Jika pasangan ini setiap bulannya tidak melakukan persetubuhan maka sidik itu akan perlahan-lahan hilang antara 25-30 persen. Setelah tiga bulan berlalu, maka sidik itu akan hilang secara keseluruhan. Sehingga perempuan yang dicerai akan siap menerima sidik laki-laki lainnya. Bukti empiris ini mendorong pakar genetika Yahudi ini melakukan penelitian dan pembuktian lain di sebuah perkampungan Afrika Muslim di Amerika. Dalam penelitiannya ia menemukan bahwa setiap wanita di sana hanya mengandung dari jejak sidik pasangan mereka saja. Sementara penelitian ilmiah di sebuah perkampungan lain di Amerika membuktikan bahwa wanitanya yang hamil memiliki jejak sidik beberapa laki-laki dua hingga tiga. Artinya, wanita-wanita non Muslim di sana melakukan hubungan intim selain pernikahan yang sah. Yang mengagetkan sang pakar ini adalah ketika dia melakukan penelitian ilmiah terhadap istrinya sendiri. Sebab ia menemukan istrinya memiliki tiga rekam sidik laki-laki alias istrinya berselingkuh. Dari penelitiannya, hanya satu dari tiga anaknya saja berasal dari dirinya. Setelah penelitian-penelitian yang dilakukan ini akhirnya meyakinkan sang pakar Guilhem ini memeluk Islam. Ia meyakini bahwa hanya Islamlah yang menjaga martabat perempuan dan menjaga keutuhan kehidupan social. Ia yakin bahwa wanita Muslimah adalah wanita paling bersih di muka bumi ini dikutip dari spiritislam.net

keajaiban adzan

-Hampir setiap hari suara azan terdengar, apalagi bagi yang tinggal di negara muslim. Azan merupakan seruan bagi umat Muslim untuk menunaikan salat. Apabila azan telah berkumandang, maka sebagian besar umat muslim datang ke masjid-masjid terdekat untuk menunaikan salat. Azan memiliki keistemawaan sehingga bagi orang yang menyerukan azan sekalipun, Allah telah menjanjikan pahala kepadanya. Di balik keistimewaan tersebut, azan juga menyimpan fakta unik. Berikut adalah 6 fakta unik mengenai azan yang dihimpun detikRamadan, Minggu (12/8/2012). 1. Kalimat penyeru yang mengandung kekuatan dahsyat Begitu azan berkumandang, kaum muslim yang benar-benar beriman dan bertakwa kepada Allah akan segera bergegas ke masjid menunaikan salat. Tanpa sadar syaraf akan memerintahkan tubuh untuk segera menunaikan salat. Simpul-simpul kesadaran psiko-religius dalam otak umat muslim mendadak bergetar hebat, terhubung secara simultan, dan dengan totalitas kesadaran seorang hamba (abdi). Seakan suara khas azan telah tertanam dalam alam bawah sadar setiap muslim. Sehingga ketika mendengarnya, indra-indra tubuh mereka lalu bergerak untuk salat. Suara azan seakan telah menyentuh fitrahnya untuk beribadah. 2. Banyak non-muslim yang menjemput hidayah setelah mendengar azan Banyak kisah perjalanan hidup kaum mualaf hingga akhirnya menemukan hidayah yang seringkali menyentuh nurani. Berbagai sebab mereka akhirnya masuk Islam. Salah satu sebab yang sering terjadi adalah suara azan yang didengar mereka, telah menggetarkan hari dan kesadaran terdalam untuk mengucap syahadat. Seakan fitrah Islam dalam diri mereka terbangkitkan melalui alunan azan itu. Kementerian Urusan Agama Turki pernah melansir sedikitnya 634 orang telah masuk Islam selama tahun 2011, termasuk 467 wanita, yang berusia rata-rata 30 sampai 35 tahun, dan berasal dari kebangsaan yang berbeda mulai dari Jerman, Maldiva, Belanda, Perancis, Cina, Brasil, AS, Rumania dan Estonia. Mereka adalah turis-turis yang tengah melancong ke Turki. Di kota Kayseri Turki sendiri, sedikitnya 14 orang telah masuk islam selama empat tahun terakhir, termasuk 10 wanita. Grand Mufti kota Kayseri, Syaikh Ali Marasyalijil menyebutkan umumnya mereka masuk Islam setelah tersentuh mendengar alunan azan. Rapper papan atas Amerika Serikat, Chauncey L Hawkins yang populer disapa Loon bahkan mengakui masuk Islam setelah mendengar suara azan saat dirinya tengah berkunjung ke Abu Dhabi, Dubai. Masih banyak lagi kisah menyentuh mualaf yang masuk Islam setelah mendengar alunan kumandang azan. 3. Perintah azan datang melalui mimpi Pada awalnya Rasulullah SAW m tidak tahu dengan cara yang digunakan untuk mengingatkan umat muslim bila waktu salat tiba. Ada sahabat yang menyampaikan usul untuk mengibarkan bendera, menyalakan api di atas bukit, meniup terompet, dan membunyikan lonceng. Semua saran itu dianggap kurang cocok. Hingga datanglah sahabat, Abdullah bin Zaid yang bercerita jika dia mimpi bertemu dengan seseorang yang memberitahunya untuk mengumandangkan azan dengan menyerukan lafaz-lafaz azan seperti saat ini. Lalu dikabarkanlah perihal mimpi ini kepada Rasulullah. Umar bin Khathab mendengar hal itu dan ternyata dia juga mengalami mimpi yang sama. ”Demi Tuhan yang mengutusmu dengan Hak, ya Rasulullah, aku benar-benar melihat seperti yang ia lihat (di dalam mimpi)". Lalu Rasulullah bersabda: ”Segala puji bagimu.” Rasulullah menyetujui untuk menggunakan lafaz-lafaz azan itu sebagai tanda waktu salat tiba. 4.Dikumandangkan saat peristiwa-peristiwa bersejarah Selain digunakan untuk menandakan waktu salat tiba, azan juga dikumandangkan pada momen-memen penting dan bersejarah. Misalnya ketika seorang bayi lahir. Selain itu, saat peristiwa penting dalam Islam terjadi, azan juga berkumandang. Ketika pasukan Rasulullah berhasil menguasai Makkah dan berhala-berhala di sekitar ka'bah dihancurkan, Bilal bin Rabbah mengumandangkan azan dari atas Ka’bah. Peristiwa lain, ketika Konstantinopel jatuh ke tangan pasukan Ottoman yang mengakhiri Kekaisaran Romawi Timur, beberapa perajurit Ottoman masuk ke dalam lalu mengumandangkan azan sebagai tanda kemenangan mereka. 5. Miliaran kali dikumandangkan sejak 14 abad lalu Adzan dikumandangkan 5 kali sehari. Semenjak azan pertama kali dikumandangkan 14 abad lalu hingga saat ini, tak dapat dihitung berapa juta kali azan telah berkumandang. Anggaplah setahun 356 hari. Jika 14 abad adalah 1400 tahun, maka 1400 tahun x 356 hari = 511000 hari. Dalam satu hari, azan 5x dikumandangkan. Sehingga sedikitnya azan telah dikumandangkan 2.555.000 kali. Jika dalam satu hari ada 1 juta muslim di dunia yang mengumandangkan azan, jadi azan telah dikumandangkan sebanyak 2.555.000.000.000 kali. Subhanallah! 6. Tak henti dikumandangkan hingga kiamat Bumi berbentuk bulat. Ini menyebabkan terjadi perbedaan waktu solat pada setiap daerah. Ketika adzan telah selesai berkumandang di satu daerah, maka selanjutnya adzan berkumandang di daerah lain. Satu jam setelah azan selesai di Sulawesi, maka azan segera bergema di Jakarta, disusul pula Sumatera. Dan azan belum berakhir di Indonesia, maka ia sudah dimulai di Malaysia. Burma adalah di baris berikutnya, dan dalam waktu beberapa jam dari Jakarta, maka azan mencapai Dacca, ibukota Bangladesh. Dan begitu azan berakhir di Bangladesh, maka ia ia telah dikumandangkan di barat India, dari Kalkuta ke Srinagar. Kemudian terus menuju Bombay dan seluruh kawasan India. Srinagar dan Sialkot (sebuah kota di Pakistan utara) memiliki waktu azan yang sama. Perbedaan waktu antara Sialkot, Kota, Karachi dan Gowadar (kota di Baluchistan, sebuah provinsi di Pakistan) adalah empat puluh menit, dan dalam waktu ini, azan Fajar telah terdengar di Pakistan. Sebelum berakhir di sana, ia telah dimulai di Afghanistan dan Muscat. Perbedaan waktu antara Muscat dan Baghdad adalah satu jam. Azan kembali terdengar selama satu jam di wilayah Hijaz al-Muqaddas (Makkah dan Madinah), Yaman, Uni Emirat Arab, Kuwait dan Irak. Perbedaan waktu antara Bagdad dan Iskandariyah di Mesir adalah satu jam. Azan terus bergema di Siria, Mesir, Somalia dan Sudan selama jam tersebut. Iskandariyah dan Istanbul terletak di bujur geografis yang sama. Perbedaan waktu antara timur dan barat Turki adalah satu setengah jam, dan pada saat ini seruan shalat dikumandangkan. Iskandariyah dan Tripoli (ibukota Libya) terletak di lokasi waktu yang sama. Proses panggilan azan sehingga terus berlangsung melalui seluruh kawasan Afrika. Oleh karena itu, kumandang keesaan Allah dan kenabian Muhammad saw yang dimulai dari bagian timur pulau Indonesia itu tiba di pantai timur Samudera Atlantik setelah sembilan setengah jam. Sebelum azan mencapai pantai Atlantik, kumandang azan Zhuhur telah dimulai di kawasan timur Indonesia, dan sebelum mencapai Dacca, azan Ashar telah dimulai. Dan begitu azan mencapai Jakarta setelah kira-kira satu setengah jam kemudian, maka waktu Maghrib menyusul. Begitu seterusnya azan terus berkumandang di bumi dan tidak pernah berhenti hingga kiamat terjadi.

Minggu, 29 Juli 2012

Bahlul dan Syekh Junaid al Baghdadi


Syekh Junaid al Baghdadi, seorang sufi terkemuka, pergi ke luar kota
Baghdad. Para muridnya juga ikut dengannya. Syekh itu bertanya
tentang Bahlul. Mereka menjawab, “Ia adalah orang gila, apa yang
Anda butuhkan darinya?” “Cari dia, karena aku ada perlu dengannya,” kata Syekh Junaid. Murid-muridnya lalu mencari Bahlul dan bertemu dengannya di gurun. Mereka lalu mengantar Syekh Junaid kepadanya.
Ketika Syekh Junaid mendekati Bahlul, ia melihat Bahlul sedang
gelisah sambil menyandarkan kepalanya ke tembok. Syekh itu
lalu menyapanya. Bahlul menjawab dan bertanya padanya,
“Siapakah engkau?” “Aku adalah Junaid al Baghdadi,”kata syekh itu.
“Apakah engkau Abul Qasim?” tanya Bahlul. “Ya!”jawab syekh itu.
“Apakah engkau Syekh Baghdadi yang memberikan petunjuk spiritual pada orang-orang?” tanya Bahlul. “Ya!” jawab sang syekh. “Apakah engkau tahu bagaimana cara makan?” tanya Bahlul. Syekh itu lalu menjawab, “Aku mengucapkan Bismillaah (Dengan nama Allah). Aku makan yang ada
di hadapanku, aku menggigitnya sedikit, meletakkannya di sisi kanan dalam mulutku, dan perlahan mengunyahnya. Aku tidak menatap suapan berikutnya. Aku mengingat Allah sambil makan. Apa pun yang aku makan,
aku ucapkan Alhamdulillaah (Segala puji bagi Allah). Aku cuci tanganku sebelum dan sesudah makan. ”Bahlul berdiri, menyibakkan pakaiannya, dan berkata, “Kau ingin menjadi guru spiritual di dunia, tetapi kau bahkan tidak tahu bagaimana cara makan!” Sambil berkata demikian, ia berjalan pergi. Murid Syekh itu berkata, “Wahai Syekh! Ia adalah orang gila.”Syekh itu menjawab, “Ia adalah orang gila yang cerdas dan bijak. Dengarkan kebenaran darinya!” Bahlul mendekati sebuah
bangunan yang telah ditinggalkan, lalu ia duduk. Syekh Junaid pun datang mendekatinya. Bahlul kemudian bertanya, “Siapakah engkau?” “Syekh Baghdadi yang bahkan tak tahu bagaimana caranya makan,” jawab Syekh Junaid. “Engkau tak tahu bagaimana cara makan, tetapi tahukah engkau
bagaimana cara berbicara?” tanya Bahlul. “Ya!” jawab sang syekh. “Bagaimana cara berbicara?” tanya Bahlul.
Syekh itu lalu menjawab, “Aku berbicara tidak kurang, tidak
lebih, dan apa adanya. Aku tidak terlalu banyak bicara. Aku berbicara agar pendengar dapat mengerti. Aku mengajak orang-orang kepada Allah dan Rasulullah. Aku tidak berbicara terlalu banyak agar orang tidak menjadi bosan. Aku memberikan perhatian atas kedalaman pengetahuan lahir dan batin.” Kemudian ia menggambarkan apa saja yang berhubungan dengan sikap dan etika. Lalu Bahlul berkata, “Lupakan tentang makan, karena kau pun tak tahu bagaimana cara berbicara!”
Bahlul pun berdiri, menyibakkan pakaiannya, dan berjalan pergi. Murid-muridnya berkata, “Wahai Syekh! Anda lihat, ia adalah orang gila. Apa yang kau harapkan dari orang gila?!” Syekh itu menjawab, “Ada sesuatu
yang aku butuhkan darinya. Kalian tidak tahu itu.” Ia lalu mengejar Bahlul lagi hingga mendekatinya. Bahlul lalu bertanya, “Apa yang kau inginkan
dariku ? Kau, yang tidak tahu bagaimana cara makan dan berbicara, apakah kau tahu bagaimana cara tidur?” “Ya, aku tahu!” jawab syekh itu.
“Bagaimana caramu tidur?” tanya Bahlul.
Syekh Junaid lalu menjawab, “Ketika aku selesai salat Isya dan membaca doa, aku mengenakan pakaian tidurku.” Kemudian ia ceritakan cara-cara tidur sebagaimana yang lazim dikemukakan oleh para ahli agama.
“Ternyata kau juga tidak tahu bagaimana cara tidur!” kata Bahlul seraya ingin bangkit. Tetapi syekh itu menahan pakaiannya dan berkata, “Wahai Bahlul! Aku tidak tahu. Karenanya, demi Allah, ajari aku!” Bahlul pun berkata, “Sebelumnya, engkau mengklaim bahwa dirimu berpengetahuan dan berkata bahwa engkau tahu, maka aku menghindarimu. Sekarang,
setelah engkau mengakui bahwa dirimu kurang berpengetahuan, aku akan mengajarkan padamu. Ketahuilah, apa pun yang telah kau gambarkan itu adalah permasalahan sekunder. Kebenaran yang ada di belakang memakan makanan adalah bahwa kau memakan makanan halal. Jika engkau memakan makanan haram dengan cara seperti yang
engkau gambarkan, dengan seratus sikap pun, maka itu tak bermanfaat bagimu, melainkan akan menyebabkan hatimu hitam!”
“Semoga Allah memberimu pahala yang besar,” kata sang syekh.
Bahlul lalu melanjutkan, “Hati harus bersih dan mengandung niat baik sebelum kau mulai berbicara. Dan percakapanmu haruslah menyenangkan Allah. Jika itu untuk duniawi dan pekerjaan yang sia-sia, maka apa pun yang kau nyatakan akan menjadi malapetaka bagimu.
Itulah mengapa diam adalah yang terbaik. Dan apa pun yang kau katakan
tentang tidur, itu juga bernilai sekunder. Kebenaran darinya adalah hatimu harus terbebas dari permusuhan, kecemburuan, dan kebencian. Hatimu tidak boleh tamak akan dunia atau kekayaan di dalamnya, dan ingatlah Allah ketika akan tidur!” Syekh Junaid lalu mencium tangan Bahlul dan berdoa untuknya. Syarh dari pen-tahkik : Anakku. Orang zaman sekarang
masih ada yang beribadah tanpa memahami isi makna. Mereka hanya mengikuti apa-apa yang dilakukan oleh nenek moyangnya tanpa kemampuan memaknai. Maka tak heran jika amal yang dilakukan, ibadah yang dilakukan, akan terasa kering. Tidak menyerap di hati. Bahkan shalat
sudah tak mampu mencegah kemungkaran. Kenimatan beribadah sangat sulit mereka dapatkan. Dalam cerita di atas, bahlul mencoba membeberkan beberapa kasus yang sehari-hari ditemui. Semoga dengan cerita di atas engkau dapat memaknai setiap amal yang kau lakukan,
sehingga makan, bicara dan tidurmu menjadi cahaya. Amin...
Semoga kisah ini bermanfaat untuk kita semua.Amiiin.........

Minggu, 15 Juli 2012

Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari Ulama Pejuang Ahlussunnah wal Jama’ah dan Pembela NKRI


Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari adalah seorang ulama Ahlussunnah wal Jama’ah pendiri Pondok Pesantren Tebuireng dan perintis Nahdhatul Ulama (NU), yang lahir pada hari Selasa Kliwon, 24 Dzul-Qa’dah 1287 H, bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871 M di Desa Gedang, satu kilometer sebelah utara Kota Jombang, Jawa Timur. Ayahnya bernama Kiai Asy’ari pengasuh Pondok Pesantren Keras di sebelah Selatan Kota Jombang, yang berasal dari Demak, Jawa Tengah. Ibunya bernama Halimah, puteri Kiai Utsman, pendiri Pesantren Gedang.

Dilihat dari garis keturunan itu, beliau termasuk putera seorang pemimpin agama yang berkedudukan mulia. Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari merupakan keturunan kesepuluh dari Prabu Brawijaya VI (Lembupeteng). Garis keturunan ini bila ditelusuri lewat ibundanya sebagai berikut: Muhammad Hasyim bin Halimah binti Layyinah binti Sihah bin Abdul Jabar bin Ahmad bin Pangeran Sambu bin Pangeran Nawa bin Joko Tingkir alias Mas Karebet bin Prabu Brawijaya VI.

Semenjak masih anak-anak, Muhammad Hasyim dikenal cerdas dan rajin belajar. Mula-mula beliau belajar agama di bawah bimbingan ayahnya sendiri. Otaknya yang cerdas menyebabkan ia lebih mudah menguasai ilmu-ilmu pengetahuan agama, misalnya: Ilmu Tauhid, Fiqih, Tafsir, Hadits dan Bahasa Arab. Karena kecerdasannya itu, sehingga pada umur 13 tahun ia sudah diberi izin oleh ayahnya untuk mengajar para santri yang usianya jauh lebih tua dari dirinya.

Dengan kemauannya yang keras mendalami ilmu agama, menjadikan dirinya sebagai musafir pencari ilmu. Selama bertahun-tahun beliau berkelana dari satu pesantren ke pesantren yang lain, bahkan beliau bermukim di Makkah selama bertahun-tahun dan berguru kepada ulama-ulama Makkah yang termasyhur pada saat itu, seperti: Syekh Muhammad Khatib Minangkabau, Syekh Nawawi bin Umar Al-Bantani dan Syekh Mahfudz At-Tarmisi. Muhammad Hasyim adalah murid kesayangan Syekh Mahfudz, sehingga beliau juga dikenal sebagai ahli hadits dan memperoleh ijazah sebagai pengajar kitab Shahih Al-Bukhari.

Pada tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926, Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari bersama KH. Abdul Wahab Hasbullah serta para ulama yang lain, setelah mendapat restu dan izin dari gurunya, KH. Kholil Bangkalan Madura, mendirikan Nahdlatul Ulama, yang berarti “Kebangkitan Ulama“.
Berdirinya oganisasi NU ini mempunyai latar belakang tersendiri, yaitu ketika Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari belajar di Mekkah, Muhammad Abduh sedang giat-giatnya melancarkan gerakan pembaharuan pemikiran Islam di sana. Buah pemikiran Muhammad Abduh itu sangat mempengaruhi proses perjalanan ummat Islam selanjutnya. Ide-ide reformasi Islam yang dianjurkan oleh Muhammad Abduh yang dilancarkan dari Mesir, telah menarik perhatian santri-santri Indonesia yang sedang belajar di Mekkah, termasuk Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari sendiri.
Adapun ide reformasi yang digagas Muhammad Abduh itu adalah: Pertama, mengajak ummat Islam untuk memurnikan kembali ajaran Islam dari pengaruh dan praktek keagamaan yang sebenarnya yang bukan berasal dari ajaran Islam . Kedua, reformasi pendidikan Islam; dan ketiga, mengkaji dan merumuskan kembali doktrin Islam untuk disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan kehidupan modern. Dan keempat, mempertahankan Islam. Usaha Muhammad Abduh merumuskan doktrin-doktrin Islam ini bertujuan agar ummat Islam dapat memainkan kembali tanggung-jawabnya yang lebih besar dalam lapangan sosial, politik dan pendidikan. Kemudian dalam bidang agama agar ummat Islam dapat meninggalkan pola pemikiran bermadzhab dan meninggalkan segala bentuk praktek-praktek tarekat.
Ide pemikiran Muhammad Abduh tersebut diterima oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari untuk membangkitkan semangat ummat Islam, tetapai beliau menolak agar ummat Islam melepaskan diri dari keterikatan bermadzhab. Be;iau berkeyakinan bahwa tidak mungkin untuk memahami maksud yang sebenarnya dari ajaran-ajaran Al-Qur’an dan Hadits tanpa mempelajari terlebih dahulu pendapat-pendapat para ulama madzhab. Untuk menafsirkan A-Qur'an dan Hadist tanpa mempelajari dan mengkaji kitab-kitab atau buku-buku dari para ulama, maka hanya akan menghasilkan pemutarbalikan fakta saja dari ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Begitupula dalam hal tarekat, beliau tidak menganggap bahwa semua bentuk praktek keagamaan waktu itu salah dan bertentangan dengan ajaran Islam. Hanya saja, beliau berpesan agar ummat Islam harus berhati-hati apabila memasuki kehidupan tarekat.
Dalam perkembangannya, benturan pendapat antara golongan bermazhab yang diwakili kalangan pesantren, dengan golongan yang tidak bermazhab itu memang seringkali tidak bisa dihindari. Puncaknya adalah saat Konggres Al-Islam IV yang diselenggarakan di Bandung. Konggres itu diadakan dalam rangka mencari masukan dari berbagai kelompok ummat Islam, untuk dibawa ke Konggres Ummat Islam di Mekkah. Karena, aspirasi golongan tradisional tidak tertampung (di antaranya: tradisi bermazhab agar tetap diberi kebebasan dan terpeliharanya tempat-tempat penting, mulai dari makam Rasulullah sampai para sahabat). Kelompok ini kemudian membentuk Komite Hijaz. Komite yang dipelopori KH Abdullah Wahab Hasbullah ini bertugas menyampaikan aspirasi kelompok tradisional kepada para penguasa Arab Saudi. Atas restu Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari, Komite Hijaz inilah yang pada 31 Januari l926 menjelma menjadi Nahdlatul Ulama (NU), yang artinya Kebangkitan Ulama.
Setelah berdirinya NU posisi kelompok tradisional semakin kuat. Terbukti, pada l937 ketika beberapa ormas Islam membentuk badan federasi partai dan perhimpunan Islam Indonesia yang terkenal dengan sebutan MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia) Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari diminta menjadi ketuanya. Beliau juga pernah memimpin Masyumi, partai politik Islam terbesar yang pernah ada di Indonesia
Kemudian, organisasi NU ini pun berkembang pesat dan menjadi organisasi massa terbesar di Indonesia yang memiliki anggota hampir 30 juta jiwa. Pengaruh Hadhratusy Syaikh pun semakin besar dengan mendirikan organisasi NU, bersama para ulama lainnya. Hal itu dibuktikan dengan dukungan dari ulama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bahkan, para ulama di berbagai daerah sangat menghormati dan merasa segan akan kewibawaan beliau.
Meskipun sudah menjadi tokoh penting dalam NU, beliau tetap cinta Indonesia, cinta integrasi bangsa, selalu bersikap lemah-lembut dan sangat toleran dalam menghadapi berbagai macam perbedaan pendapat. Yang paling dibencinya ialah perpecahan di kalangan umat Islam. Beliau berkata: “Janganlah perbedaan itu (perbedaan furu’) kalian jadikan sebab perpecahan, pertentangan, dan permusuhan,”


Dalam kitab karangan beliau, Risalah Ahlu Sunnah wa al-Jama’ah, beliau banyak menulis tentang kondisi pemikiran umat pada akhir zaman. Olehkarena itu, beliau mengantisipasi agar ummat Islam tidak fanatik pada golongan tertentu, yang menyebabkan perpecahan dan hilangnya wibawa kaum muslimin. Jika ditemukan amalan orang lain yang memiliki dalil-dalil mu’tabarah, akan tetapi berbeda dengan amalan syafi’iyyah, maka mereka tidak boleh diperlakukan keras menentangnya. Sebaliknya, orang-orang yang menyalahi aturan syara’ secara qath’i tidak boleh didiamkan. Semuanya harus dikembalikan kepada al-Qur’an, hadits, dan pendapat para ulama terdahulu (ulama salaf shaleh).

Dalam kitab yang sama, beliau menyinggung masalah aliran-aliran pemikiran yang dikhawatirkan akan mempengaruhi umat Islam Indonesia. Misalnya, kelompok yang meyakini adanya Nabi setelah Nabi Muhammad SAW, Wahabiyah, yaitu kelompok puritan yang suka membid’ahkan, memusyrikkan, dan mengkafirkan orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka, Syi’ah Rafidlah yang suka mencaci para sahabat Nabi SAW, kelompok Ibahiyyun , yaitu kelompok sempalan sufi mulhid yang menggugurkan kewajiban bagi orang yang mencapai maqam tertentu , dan kelompok yang mengaku-ngaku pengikut sufi beraliran wihdatul wujud, hulul, dan sebagainya.
Selain itu, dalam Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam’iyati Nadlatu al-‘Ulama, Hadratu Syaikh memberikan nasehat kepada ummat Islam agar berhati-hati jangan sampai jatuh pada fitnah, yaitu orang yang tenggelam dalam lautan fitnah, bid’ah, dan dakwah mengajak kepada Allah, padahal mengingkari-Nya.

Hampir seluruh ulama di Jawa mempersembahkan gelar “Hadratus Syaikh” yang artinya “Maha Guru” kepada beliau, karena beliau adalah seorang ulama yang secara gigih dan tegas mempertahankan ajaran-ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah. Dalam hal bermadzhab, beliau memandang sebagai masalah yang fundamental, guna memahami maksud sebenarnya yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan Hadits. Sebab tanpa mempelajari berbagai pendapat dari kalangan ulama-ulama besar khususnya Empat Imam Madzhab, yaitu Maliki, Syafi'i, Hanafi, dan Hanbali, maka hanya akan menghasilkan pemutarbalikan pengertian dari ajaran Islam itu sendiri. Penegasan ini disampaikan beliau di hadapan para ulama peserta Muktamar NU III, September 1932 dan penegasan itu kemudian dikenal sebagai “Muqaddimah Qonun Asasi Nahdlatul Ulama”.

Dalam rangka mengabdikan diri untuk kepentingan umat, maka Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren Tebuireng, Jombang pada tahun 1899 M. Dengan segala kemampuannya, Tebuireng kemudian berkembang menjadi “sentral” pencetak para kiai. Sehingga pemerintah Jepang perlu mendata jumlah kiai di Jawa yang “diproduksi” di Tebuireng. Pada tahun 1942 Sambu Bappang (Gestapo Jepang) berhasil menyusun data tentang jumlah kiai di Jawa mencapai dua puluh lima ribu kiai. Kesemuanya itu merupakan alumnus Tebuireng.

Dari sini dapat dilihat betapa besar pengaruh Tebuireng dalam pengembangan dan penyebaran Islam di Jawa pada awal abad XX. Ribuan kiai di Jawa hampir seluruhnya hasil didikan Tebuireng. Olehkarena itu, tidaklah heran bila kemudian juga tumbuh ribuan pesantren dipimpin para kiai yang gigih mempertahankan madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah, yang akhirnya berada dalam satu barisan “Nahdlatul Ulama”. Semua itu dapat dipahami sebagai hasil pengabdian Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari dalam perjalanan hidupnya yang cukup panjang.

Pengabdian Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari bukan saja terbatas pada dunia pesantren, melainkan juga pada bangsa dan negara. Sumbangan beliau dalam membangkitkan semangat nasionalisme dan patriotisme pada saat jiwa bangsa sedang terbelenggu penjajah, tidaklah bisa diukur dengan angka dan harta. Memang cukup sulit mengelompokkan yang mana pengabdian beliau terhadap agama, dan yang mana pula pengabdian beliau terhadap bangsa dan negara. Sebab, ternyata kedua unsur itu tumbuh di dalam diri beliau. Di satu sisi beliau sebagai pencetak ribuan ulama atau kiai di seluruh Jawa, di sisi lain beliau seringkali ditemui tokoh-tokoh pejuang nasional, seperti Bung Tomo maupun Jenderal Soedirman guna mendapatkan saran dan bimbingan dalam rangka perjuangan mengusir penjajah di tanah air Indonesia.

Karena sikap dan sifat kepahlawanan serta keulamaannya, maka tidak henti-hentinya pemerintah kolonial berusaha membujuknya. Pada tahun 1937 misalnya, pernah datang kepada beliau seorang amtenar utusan Hindia Belanda bermaksud memberikan tanda jasa berupa “bintang” terbuat dari perak dan emas. Tetapi, Hadratus Syaikh menolak, dan kemudian beliau bergegas mengumpulkan para santrinya dan berkata :

“Sepanjang keterangan yang disampaikan oleh ahli riwayat; pada suatu ketika dipanggillah Nabi Muhammad SAW oleh pamannya, Abu Thalib, dan diberitahu bahwasannya pemerintah jahiliyah di Makkah telah mengambil keputusan menawarkan tiga hal untuk Nabi Muhammad SAW: kedudukan yang tinggi, harta benda yang berlimpah dan gadis yang cantik. Akan tetapi, Baginda Muhammad SAW menolak ketiga-tiganya itu, dan berkata di hadapan pamannya, Abu Thalib: ‘Demi Allah, umpama mereka itu kuasa meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, dengan maksud agar aku berhenti berjuang, aku tidak akan mau. Dan aku akan berjuang terus sampai cahaya Islam merata di mana-mana, atau aku gugur lebur menjadi korban’. Maka kamu sekalian anakku, hendaknya dapat mencontoh Baginda Muhammad SAW dalam menghadapi segala persoalan.Sikap seperti itu terulang pada saat Jepang berkuasa. Kedatangan Jepang disertai kebudayaan ‘Saikerei’ yaitu mnghormati Kaisar Jepang “Tenno Heika” dengan cara membungkukkan badan 90 derajat menghadap ke arah Tokyo, yang harus dilakukan oleh seluruh penduduk dengan cara berbaris setiap pagi sekitar jam 07.00 WIB tanpa kecuali baik itu anak-anak sekolah, pegawai pemerintah, kaum pekerja dan buruh, maupun kaum santri di pesantren-pesantren. Kemudian, Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari dengan tegas menolak dan menentangnya.

Melakukan “saikerei” menurut pandangan para ulama adalah hukumnya “haram” dan dosa besar. Membungkukkan badan semacam itu menyerupai “ruku” di dalam sholat, yang hanya diperuntukkan menyembah Allah SWT. Selain Allah, sekalipun terhadap Kaisar Tenno Heika yang katanya keturunan Dewa Amaterasu, Dewa Langit, haramlah diberi hormat dalam bentuk “sakerei” yang menyerupai ruku itu.

Akibat penolakannya itu, pada akhir April 1942, Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara di Jombang. Kemudian dipindah ke Mojokerto, dan akhirnya ditawan bersama-sama serdadu Sekutu di dalam penjara Bubutan, Surabaya.

Selama dalam tawanan Jepang, Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari disiksa habis-habisan hingga jari-jemari kedua tangannya remuk dan tak lagi bisa digerakkan. Namun berkat pertolongan Allah, kekejaman dan kebiadaban tentara Jepang itupun luluh karena serbuan damai ribuan santri dan unjuk rasa para kiai alumni Tebuireng. Beberapa kiai dan santri meminta dipenjarakan bersama-sama Hadratus Syaikh sebagai tanda setia kawan dan pengabdian kepada guru dan pemimpin mereka yang saat itu telah berusia 70 tahun. Peristiwa itu cukup membakar dunia pesantren dalam memulai gerakan bawah tanah menentang dan menghancurkan Jepang. Pihak pemerintah Jepang agaknya mulai takut, hingga kemudian pada 6 Sya’ban 1361 H bertepatan dengan tanggal 18 Agustus 1942, Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari dibebaskan dari penjara.

Pada bulan Oktober 1943, ketika NU dan Muhammadiyah bersepakat membentuk organisasi gabungan menggantikan MIAI (Al Majlisul Islamil A’la Indonesia) dan diberi nama MASYUMI (Majlis Syuro Muslimin Indonesia) yang non politik, pimpinan tertingginya dipercayakan kepada Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari. Kemudian pada tahun 1944 beliau diangkat oleh pemerintah Jepang menjadi Ketua SHUMUBU (Kantor Pusat Urusan Agama).

Selain itu, dalam menghadapi penjajah Hadratus Syaikh Hasyim menjalankan politik non-kooperatif. Banyak fatwanya yang menolak kebijakan pemerintah kolonial. Fatwa yang paling spektakuler adalah fatwa jihad, yaitu, “Wajib hukumnya bagi umat Islam Indonesia berperang melawan Belanda.” Fatwa ini dikeluarkan menjelang meletusnya Peristiwa 10 November di Surabaya.

Pada masa-masa akhir pemerintahan Jepang di Indonesia, Masyumi berhasil membujuk Jepang untuk melatih pemuda-pemuda Islam khususnya para santri dengan latihan kemiliteran yang kemudian diberi nama Hizbullah. Tanda anggota Hizbullah ditandatangani oleh Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari.

Pada tanggal 7 Ramadlan 1366 bertepatan dengan tanggal 25 Juli 1947, Hadratus Syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari ulama pejuang Ahlussunnah wal Jama’ah dan pembela Negara Kesatuan Republik Indonesia berpulang ke rahmatullah dan jenazahnya dimakamkan di lokasi pemakaman keluarga Pondok Pesantren Tebuireng. Atas jasa-jasa beliau, pemerintah Indonesia menganugerahi gelar “Pahlawan Nasional”. Semoga amal ibadah beliau diterima di sisi Allah SWT dan menjadi panutan ummat Islam di seluruh Indonesia! Amiin yaa rabbal ‘aalamiin !

Minggu, 08 Juli 2012

Imam Qaffal Tukang Kunci Yang Alim

oleh : Dr. KH. Abdul Ghofur Maimoen Setelah Imam Syafi'i wafat tahun 204 H, murid-muridnya mulai menyebarkan fikih Sang Imam ke pelbagai penjuru. Sejatinya, mereka tidak hanya sekedar menyebarkan, akan tetapi juga mengembangkan dan bahkan melakukan ijtihad-ijtihad yang mandiri. Aktifitas penyebaran dan pengembangan ini melahirkan dua model, Model Iraq dan model Khurasan. Model Iraq dipimpin oleh Abu Hamid al-Ashfirayini dan Model Khurasan dipimpin oleh al-Qaffal as-Shaghir. Kedua model telah melahirkan ulama-ulama besar dalam tradisi Madzhab Syafi'iyah, hingga kemudian datang era Imam Rafi'i dan Imam Nawawi yang menyatukan kedua model tersebut. Sungguh menarik meneladani kisah al-Qaffal as-Shaghir --pendiri model Khurasan-- dalam memulai mencari ilmu. Imam adz-Dzahabi dalam Siyaru A'laam An-Nubala' bahkan meletakkannya sebagai entri dalam mendalami kehidupan beliau. Al-Qaffal arti persisnya adalah ahli pembuatan gembok dan kunci. Nisbah ini melekat pada diri beliau karena profesi belau memang membuat gembok dan kunci. Bahkan ia terkenal sebagai ahlinya. Pada suatu hari, dia membuat gembok berikut kuncinya super kecil seberat 1/4 daniq (1 daniq: kira-kira 0,496 gram), namun tidak terkenal seperti pembuat gembok sebelumnya yang membuat gembok seberat 1 daniq. Sahabat karibnya lalu memberi nasihat kepadanya: "Jika ingin dikenang sepanjang masa, maka lakukan itu dengan ilmu. Jangan dengan mencipta gembok!" Rupanya nasihat karibnya ini mengena di hatinya. Ia lalu berfikir tentang dirinya yang "hanya" sekedar mencipta gembok. "Otak saya sebetulnya sangat cemerlang. Membikin gembok super kecil saja bisa. Jika kecerdasan dan waktu saya pergunakan dengan sungguh-sungguh dalam mencari ilmu, pasti saya akan menjadi alim-ulama." Umur beliau saat itu telah berkepala tiga, sebagian riwayat bahkan menyebut angka empat. Tapi itu sama sekali tak menghalanginya untuk memulai. Ia belajar dan belajar hingga menjadi pimpinan ulama Syafi'iyah Khurasan. Gurunya adalah Imam Abu Zaid al Marwazi Ia wafat dalam umur 90 tahun pada tahun 417 H di Sijistan. Pada telapak tangannya terdapat goresan-goresan bekas kerjanya sebagai pembuat gembok, dan sebelah matanya rabun akibat terlalu banyak membaca dan menulis. Nama asli dari al Qaffal ini adalah Abdullah Ibn Ahmad Ibn Abdullah. Setelah terbuka hatinya untuk mendalami ilmu, al Qaffal sering melontarkan ide-ide cemerlang dalam memajukan madzhab Syafii. Pemikirannya mengalahkan ulama dizamannya karena pemikirannya sangat baru dan original.

Rabu, 13 Juni 2012

Habib Neon WaliyuLLah dari Yaman


Kenapa Habib Muhammad yang bermarga Al idrus diberi gelar dengan Habib Neon ? Ada cerita menarik tentang beliau. bahwa suatu hari di Masjid Surabaya di gelar Majlis ta’lim
yang diadakan rutin setelah ba”da isya , puluhan orang memadati masjid untuk mengikuti dan mendengarkan tausiah dari seorang ulama , tiba tiba listrik padam serentak jamaah berhamburan keluar ruangan masjid karena gelap gulita, nampak dari kejauhan seseorang
menghampiri menuju masjid dengan menggunakan Gamis khas Yaman dan dipundaknya terlilit sorban berwarna hijau dan tak lain beliau adalah Habib Muhammad bin Husein Al idrus , tiba-tiba saat beliau memasuki masjid ruangan masjid yang semula gelap menjadi terang terlihat pancaran cahaya dari tubuh Habib Muhammad bin husein al idrus.
Semua jamaah dibuat terperanjat menyaksikan kejadian tersebut. Tubuh Habib Muhammad
dapat memancarkan cahaya seperti Neon ( lampu listrik) . Sejak saat itu Habib Muhammad dikenal dan dijuluki sebagai Habib Neon karena tubuhnya dapat memancarkan cahaya.
Ulama Surabaya kelahiran Tarim Yaman tahun 1898 M , merupakan sosok ulama min auliyaillah yang menjadi panutan dan tempat Curhat para warga masyarakat baik di
Surabaya maupun dari berbagai daerah di tanah air. Sejak kecil mendapat tempaan ilmu dari Ayahandanya Habib Husein bin Zainal Abidin Al idrus yang memang seorang ulama dan arif billah , Marga beliau Alidrus yang artinya ketua orang-orang tashauf dan kebanyakan
Ulama yang bermarga Alidrus ahli tashauf sebut saja Shohibul Ratib Al imam Habib Abdulloh bin Abu bakar Al idrus dan Shohibul Luar batang Habib Husein bin Abi bakar Al Idrus juga
seorang Ahli Thasauf.
Begitupula dengan Habib Muhammad bin Husein Al Idrus sosok ulama Surabaya yang Ahli Thasauf. Beliau gemar berpuasa karena menurutnya Sumber dari Nafsu adalah perut yang terlalu kenyang dan berlebihan , beliau melakukan Mujahadah berpuasa sepanjang tahun dan makan sahur serta berbuka puasa hanya dengan 7 butir korma itu semua beliau lakukan semata mata agar merasa dekat dengan Alloh dan mengikuti cara cara ibadah para ulama ulama salapus sholeh . Habib Muhammad bin husein al Idrus terkenal sebagai sosok ulama yang tawadhu’ dan sangat memuliakan tamu yang berkunjung kerumahnya dan selalu menghadiri setiap kali beliau diundang terutama oleh fakir miskin.

Setiap tamu yang berkunjung dan bertemu Habib Muhammad bin husein al idrus merasa sangat senang akan keramahan beliau dan bahkan sepertinya Habib Muhammad sudah
tahu lebih dahulu apa yang akan diungkapkan sang tamu ini merupakan Karunia Alloh yang telah diberikan kepada Ulama min awliyaillah Habib Muhammad bin Husein al Idrus . Beliau
juga sangat memuliakan para ulama ulama bahkan beliau pernah pergi berbulan bulan sekedar untuk untuk silahturahim dengan para ulama mengambil Tabaruk seperti ke
Palembang, pekalongan , Tuban dan lain lain. Prilaku marga al idrus yang mengalir dalam darahnya menjadikan beliau memiliki maqom yang tinggi ahli dalam Ma’rifatulloh. Beliau tidak banyak bicara yang keluar dari mulutnya hanya merupakan untaian mutiara hikmah dan dzikir, tidak pernah berbicara tentang hal hal yang tidak berguna , terkenal sangat dermawan kepada siapa saja yang membutuhkan. Sepanjang hidupnya beliau gunakan
untuk berdakwah dan mensyiarkan agama alloh, tanggal 22 juni 1969 Habib Muhammad bin Husein Al idrus kembali kerahmatulloh dalam usia 71 tahun dan dimakamkam di TPU pegirikan Surabaya . Maqom beliau tak pernah sepi dari peziarah yang datang dari berbagai daerah di Nusantara terutama sekali ketika acara haul Beliau ribuan orang akan tumpah ruah kejalan.

Minggu, 12 Februari 2012

Benarkah Barzanji itu Milik Syiah?


oleh :Aqiel Fikri
dikutip dari catatan Aqiel Fikri
Sudah bukan rahasia lagi bahwa para pengikut Syekh Mohammad bin Abdul Wahab telah melakukan banyak propaganda terhadap umat islam lainnya utamanya kaum Aswaja dalam berbagai bentuk, mulai dari mentahrif, mentadlis beberapa kitab ulama Sunni, mengklaim beberapa Imam telah "taubat" dan telah mengikuti manhaj mereka, berusaha membenturkan antara pengikut madzhab dengan imam madzhab mereka, dan yang tidak kalah keji berusaha untuk menuduh pengikut madzhab serta Asyairoh dan Maturidiyyah telah menyimpang dan merupakan "Syiah", Syiah yang merupakan firqoh Islam generasi awal yang muncul berbarengan dengan Khawarij, Khawarij sendiri adalah sekte yang muncul juga dari tempat faham Wahaby lahir.

Salah satu bentuk propaganda adalah menuduh kitab al-Barzanji sebagai kitabnya Syi'ah, kitab al-Barzanji ini adalah sebuah kitab yang berisi pujian-pujian sebagai bentuk rasa mahabbah kepad Nabi, biasanya dibaca malam jum'at atau malam-malam yang lain dan tergantung kultur setempat dan dibeberapa daerah sering disebut Maulid atau Muludan, sesungguhnya tidak hanya al-Barzanji saja satu-satunya yang menjadi bacaan rutin banyak kitab-kitab yang sama yang lain, namun rupanya kitab al-barzanji ini yang paling banyak di baca sebagaimana diungkang oleh Syekh Abdul Hayyi al-Kattani dalam kitab al-Ta'lif al-Maulidiyyah.

Al-Barzanji sebagaimana diungkapkan oleh Habib Sholeh bin Idrus al_Habsyi serta oleh Syekh Abdul Hayyi al-Kattani ditulis oleh Sayyid Ja'far bin Abdul Karim al-Barzanji al-Husaini al-Madany, beliau adalah seorang ulama besar Syafiiyyah, bertarekat Qodiriyyah dan pernah menjadi mufti di Madinah pada zaman Bani Usmaniyyah berkuasa, dalam hal ini Habib Sholeh mengatakan:
لأن مؤلفه السيد جعفرالبرزنجي اكبر شحصيات ذلك العصر في التشريع الشيعي وهذا خطأ مبين لأنه من أهل السنة والجماعة مفتى الشافعية , ولد بالمدينة المنورة واخذ عن والده والشيخ محمد حيوة السندي واجازه السيد مصطفى البكري ........
"Maksudnya beliau Sayyid Ja'far al-Barzanji bukanlah seorang pembesar Syi'ah, karena beliau adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan merupakan mufti Syafiiyyah, lahir di Madinah berguru kepada Syekh Hayat al-Sindhi dan mendapat Ijazah dari Sayyid Musthofa al-Bakri."

Beliau Sayyid Ja'far wafat pada tahun 1177 H, beliau adalah termasuk ulama yang kreatif menulis diantaranya adalah "al-Barr al'Ajil" yang mendapat persetujuan dari Syekh Muhammad Ghofil, "Fath al-Rahman" yang mendapat persetujuan Sayyid Ramadhan, terkhusus masalah maulid karya beliau adalah 'Aqd al-Jauhar fii Maulid al-Naby al-Azhar", sejarah kitab kemudian diberikan syarah oleh beberapa ulama setelahnya dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa,diantaranya oleh Sayyid Ja'far bin Ismail al-Barzanji al-Madany berupa "al-Kaukab al-Anwar 'Alaa 'Aqd al-Jauhar fii Maulid al-Naby al-Azhar", yang ditulis 1279 H, kemudian seorang ulama Malikiyyah dari Mesir yaitu Syekh Mohammad bin Ahmad 'Alisy al-Maliki al-Azhary dengan judul kitab "Al Qoul al-Munjy 'Alaa Maulid al-Barzanjy", kitab yang disusun oleh Sayyid Ja'far yang awal kemudian di jadikan dalam bentuk susunan nadzam oleh salah seorang keturunanya yaitu Sayyid Zainal Abidin bin Mohammad al-Hadi bin Zainal Abidin bin Ja'far al-Barzanjy.

Kitab terakhir tersebut akhirnya ditulis dan di beri syarakh oleh ulama Nusantara (Indonesia, Malaysia, Pattani, Tumasik) yaitu Syekh Mohammad Nury al-Jawy (dalam literature arab pengarang di daerah Nusantara sering disebut al-Jawy), dalam hal ini Syekh Mohammad Nury al-Jawy merekamnya dalam sebuat tulisan berikut:
ولنا سند عجيب متصل بمولد البرزنجي من داعي سليل شيخنا عالم المدينة المنورة الشهاب احمد بن اسماعيل ابن زين العابدين بن محمد الهادي بن زين العابدين ابن السيد الجعفر البرزنجي مسلسلا بالأباء عن ابيه زين العابدين عن ابيه محمد الهادي عن ابيه زين العابدين عن ابيه مؤلفه وبهذا السند اروي نظمة المذكور السيد زين العابدين و اروي شرحه الكوكب الأنوار عن شيخنا بدر الحجاز السيد حسين بن محمد بن حسين الحبشي الباعلوي المكي عن مؤلفه السيد جعفر البرزنجي المتوفى بالمدينة المنورة عام 1317 ه.

Berdasarkan hal tersebut sungguh salah apabila tuduhan selama ini bahwa kitab al-Barzanji merupakan kitab dari sekte Syi'ah, dan penuduhan itu hanyalah propaganda murahan dari para salafiyyun.





AL MARAJI'

Al- Maraqi, Abi Luthf al-Hakim Muslih bin Abdur Rahman, Nur al-Burhany, Graha Toha Putera, Semarang, 1383 H
Al-Kattany, Abdul Hayyi, al-Syekh,al-Ta'lif al-Maulidiyyah, Maktabah al-Kattani, Iskandariyah, Mesit, tt

Sabtu, 04 Februari 2012

Wafat Rasulullah Memberi Nikmat Kepada Ummatnya


intisari pengajian Habib Sholeh Ibn Achmad Ibn Salim Alaydrus
kitab panduan Risalatul Qusairiyah

Saat Nabi Muhammad diminta untuk memilih hidup lebih lama atau segera kembali kepada Allah, Nabi memilih untuk kembali kepada Allah. Oleh sebab itu Nabi Muhammad berumur paling pendek dibanding nabi-nabi yang lain. Inilah rahmat bagi ummat Nabi, karena dengan wafatnya beliau, Nabi akan lebih dekat dengan ummatnya. Setelah terpisah dengan jasadnya, Nabi tidak lagi dibatasi dengan ruang dan waktu. Bahkan ada riwayat yang menyatakan bahwa setiap majlis-majlis yang disana disebutkan dan diagungkan nama Nabi, Rasulullah akan hadir; hanya karena bodoh dan lumuran dosa kita menyebabkan kita tak pernah merasakan kehadirannya. Andai Rasulullah masih hidup, tentu beliau dibatasi ruang dan waktu, beliau hanya ada bagi sahabat-sahabatnya.
Rasulullah bersabda ;
حَيَاتِي خَيْرٌ لَكُمْ وَمَمَاتِي خَيْرٌ لَكُمْ تُعْرَضُ عَلَيَّ أَعْمَالُكُمْ فَمَا كَانَ مِنْ حَسَنٍ حَمِدْت اللَّهَ عَلَيْهِ وَمَا كَانَ مِنْ سَيِّئٍ اسْتَغْفَرْت اللَّهَ لَكُمْ
Hidupku, baik bagimu, dan kematianku baik bagi bagimu, diperlihatkan kepadaku amal-amalmu, apabila amal itu baik saya memuji Allah atas hal itu, dan apabila amal yang dinampakkan itu jelek saya memohonkan ampun kepada Allah untuk kalian.
Saat Rasulullah sudah wafat, ini menjadi moment bagi Rasulullah mendekatkan diri kepada ummatnya sampai hari kiamat. Karena segala nikmat yang diberikan Rasulullah kepada ummatnya ini kita dianjurkan memperbanyak bacaan
اللهُمَّ حَبِّب النَّبِيَّ محمد صلَّي الله عليه وسلم اِلَيْنَا
agar Rasulullah menempatkan nama kita dalam hatinya, dengan begitu Rasulullah akan mengingat kita. Shallu ala an Nabi Muhammad!

Jumat, 03 Februari 2012

Mengukur Kedekatan Pada Ilahi

Hampir tiap hari kita dijejali berita korupsi, pungutan liar oleh aparat negara atau bahkan kelompok masyarakat sendiri. Yang terakhir kita saksikan bersama adalah penangkapan Hakim Pengadilan Negeri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi karena dugaan suap.

Upaya pemberantasan korupsi bukan tidak dilakukan oleh pemerintah dengan menaikkan gaji dan menerapkan remunerasi bagi aparat pemerintahan, namun hal itu hanya mengurangi korupsi2 kecil (sebagaimana yang diberitakan mass media). Tentu cara ini tidak bisa memberantas korupsi dengan baik, karena virus korupsi berasal dari ketidak mampuan bersyukur, dan ketidak mampuan bersyukur timbul dari hati yang miskin. Hati yang miskin tidak butuh uang banyak atau jabatan, hati yang miskin hanya membutuhkan ketebalan iman dan akhlak yang mulia.

ahad, 5 juni 2011 ini saya diundang hadir ke Milad V Pesantren Darul Falah Junrejo Batu, dalam kesempatan itu KH. Qoyyum Mansyur dari Lasem menyampaikan kisah yang dikutip dari kitab alluma' fi tarikh tasowwuf.

Sheikh Abu al Hasan al Nuri, suatu hari mendapat hadiah harta yang banyak dari seorang menteri. Beliau tidak mengambil sedikitpun, namun membagikannya ke para ulama dan sufiyun yang lain dengan cara mengundang mereka hadir di rumahnya.

Sheikh Abu al Hasan al Nuri meletakkan harta hadiah itu di ruang tamu dan mempersilahkan para tamunya untuk mengambil sesukanya, mengambil boleh, tidak juga boleh. Para tamu yang terdiri dari ulama dan sufiyun itupun ada yang mengambil banyak, sedikit ada pula yang tidak mengambil sama sekali.

Setelah selesai, sebelum para tamu pulang, Sheikh Abu al Hasan al Nuri berpidato: "wahai para alim ulama, ketahuilah yang menjadi tolok ukur kedekatan manusia dan Allah adalah hajat dunianya, kalian yang mengambil sedikit lebih dekat kepada Allah dari yang mengambil banyak, yang tidak mengambil sama sekali lebih dekat kepada Allah dari yang mengambil sedikit." Para ulama itupun terperangah...

Minggu, 15 Januari 2012

Hukum Mengamalkan Hadits Lemah

oleh : KH. Thobary Syadzili

Hadits merupakan salah satu sumber hukum Islam, yang fungsinya menjelaskan, mengukuhkan dan 'melengkapi' firman Allah SWT yang terdapat dalam Al-Qur’an. Di antara berbagai macam hadits, ada istilah Hadits Dha'f.

Dalam pengamalannya, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian kalangan ada yang tidak membenarkan untuk mengamalkan Hadts Dha'if. Bahkan ada yang mengatakan bahwa Hadits tersebut bukan dari Nabi Muhammad SAW. Lalu apakah sebenarnya yang disebut Hadits Dha'if itu? Benarkah kita tidak boleh mengamalkan Hadits Dha'if?

Secara umum Hadits terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu:
Pertama, Hadits Shahih, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh orang yang adil, punya daya ingatan yang kuat, mempunyai sanad (mata rantai orang-orang yang meriwayatkan hadits) yang bersambung ke Rasulullah SAW, tidak memiliki kekurangan serta tidak syadz (menyalahi aturan umum). Para ulama sepakat bahwa hadits ini dapat dijadikan dalil, baik dalam masalah hukum, aqidah dan lainnya.

Kedua, Hadits Hasan, yakni hadits yang tingkatannya berada di bawah Hadits Shahih, karena para periwayat hadits ini memiliki kualitas yang lebih rendah dari para perawi Hadits Shahih. Hadits ini dapat dijadikan sebagai dalil sebagaimana Hadits Shahih.

Ketiga, Hadits Dha'if, yakni hadits yang bukan Shahih dan juga bukan Hasan, karena diriwayatkan oleh orang-orang yang tidak memenuhi persyaratan sebagai perawi hadits, atau para perawinya tidak mencapai tingkatan sebagai perawi Hadits Hasan.

Hadits Dha'if ini terbagi menjadi dua. Pertama, ada riwayat lain yang dapat menghilangkan dari ke-dha'if-annya. Hadits semacam ini disebut Hadits Hasan li Ghairih, sehingga dapat diamalkan serta boleh dijadikan sebagai dalil syar'i. Kedua, hadits yang tetap dalam ke-dha'if-annya. Hal ini terjadi karena tidak ada riwayat lain yang menguatkan, atau karena para perawi hadits yang lain itu termasuk orang yang dicurigai sebagai pendusta, tidak kuat hafalannya atau fasiq.

Dalam kategori yang kedua ini, para ulama mengatakan bahwa Hadits Dha'if hanya dapat diberlakukan dalam fada'ilul a’mal (keutamaan beramal), yakni setiap ketentuan yang tidak berhubungan dengan akidah, tafsir atau hukum, yakni hadits-hadits yang menjelaskan tentang targhib wa tarhib (janji-janji dan ancaman Allah SWT) sebagaimana diterangkan di dalam kitab "Al-Adzkar" karya Imam Nawawi, cetakan pertama "Maktabah Tijariyah al-Kubra" tahun 1356 H / 1938 M halaman 7 sebagai berikut:



Artinya: "Para ulama hadits dan fiqih serta ulama lainnya berkata: Diperbolehkan bahkan disunnahkan mengamalkan hadits dha'if dalam keutamaan beramal, baik berupa anjuran maupun larangan selama hadits itu bukan hadits maudhu'".

Bahkan ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa telah terjadi ijma' di kalangan ulama tentang kebolehan mengamalkan Hadits Dha'if jika berkaitan dengan fadha'ilul a'mal ini. Sedangkan dalam masalah hukum, tafsir ayat Al-Qur' an, serta akidah, maka apa yang termaktub dalam hadits tersebut tidak dapat dijadikan pedoman. Sebagaimana yang disitir oleh Sayyid 'Alawi al-Maliki dalam kitabnya Majmu' Fatawi wa Rasa'il:

"Para ulama ahli Hadits dan lainnya sepakat bahwa Hadits Dha'if dapat dijadikan sebagai pedoman dalam masalah fadha'il al-a’mal. Di antara ulama yang mengatakannya adalah Imam Ahmad bin Hanbal, Ibn Mubarak, dan Sufyan, al-Anbari serta ulama lainnya. (Bahkan) Ada yang menyatakan, bahwa mereka pernah berkata: Apabila kami meriwayatkan (Hadfts) menyangkut perkara halal ataupun yang haram, maka kami akan berhati-hati. Tapi apabila kami meriwayatkan Hadfts tentang fadha'il al-a’mal, maka kami melonggarkannya". (Majmu' Fatawi wa Rasa'il, 251)

Akan tetapi, kebolehan ini harus memenuhi tiga syarat. Pertama, bukan hadits yang sangat dha'if. Karena itu, tidak boleh mengamalkan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang sudah terkenal sebagai pendusta, fasiq, orang yang sudah terbiasa berbuat salah dan semacamnya.

Kedua, masih berada di bawah naungan ketentuan umum serta kaidah-­kaidah yang universal. Dengan kata lain, hadits tersebut tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah agama, tidak sampai menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.

Ketiga, tidak berkeyakinan bahwa perbuatan tersebut berdasarkan Hadits Dha'if, namun perbuatan itu dilaksanakan dalam rangka ihtiyath atau berhati-hati dalam masalah agama.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa kita tidak harus dengan keras menolak Hadits Dha'if. Karena, dalam hal-hal tertentu masih diperkenankan mengamalkannya dengan syarat-syarat sebagaimana diterangkan di atas.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites