Hampir tiap hari kita dijejali berita korupsi, pungutan liar oleh aparat negara atau bahkan kelompok masyarakat sendiri. Yang terakhir kita saksikan bersama adalah penangkapan Hakim Pengadilan Negeri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi karena dugaan suap.
Upaya pemberantasan korupsi bukan tidak dilakukan oleh pemerintah dengan menaikkan gaji dan menerapkan remunerasi bagi aparat pemerintahan, namun hal itu hanya mengurangi korupsi2 kecil (sebagaimana yang diberitakan mass media). Tentu cara ini tidak bisa memberantas korupsi dengan baik, karena virus korupsi berasal dari ketidak mampuan bersyukur, dan ketidak mampuan bersyukur timbul dari hati yang miskin. Hati yang miskin tidak butuh uang banyak atau jabatan, hati yang miskin hanya membutuhkan ketebalan iman dan akhlak yang mulia.
ahad, 5 juni 2011 ini saya diundang hadir ke Milad V Pesantren Darul Falah Junrejo Batu, dalam kesempatan itu KH. Qoyyum Mansyur dari Lasem menyampaikan kisah yang dikutip dari kitab alluma' fi tarikh tasowwuf.
Sheikh Abu al Hasan al Nuri, suatu hari mendapat hadiah harta yang banyak dari seorang menteri. Beliau tidak mengambil sedikitpun, namun membagikannya ke para ulama dan sufiyun yang lain dengan cara mengundang mereka hadir di rumahnya.
Sheikh Abu al Hasan al Nuri meletakkan harta hadiah itu di ruang tamu dan mempersilahkan para tamunya untuk mengambil sesukanya, mengambil boleh, tidak juga boleh. Para tamu yang terdiri dari ulama dan sufiyun itupun ada yang mengambil banyak, sedikit ada pula yang tidak mengambil sama sekali.
Setelah selesai, sebelum para tamu pulang, Sheikh Abu al Hasan al Nuri berpidato: "wahai para alim ulama, ketahuilah yang menjadi tolok ukur kedekatan manusia dan Allah adalah hajat dunianya, kalian yang mengambil sedikit lebih dekat kepada Allah dari yang mengambil banyak, yang tidak mengambil sama sekali lebih dekat kepada Allah dari yang mengambil sedikit." Para ulama itupun terperangah...
0 komentar:
Posting Komentar