Beberapa waktu yang lalu ada seorang murid mengaji bertanya... bagaimana hukum bercelana yang menjulur dibawah mata kaki atau dalam bahasa arab biasa dikatakan isbal.
Saya bilang tidak masalah, tergantung niat yang dipakai ketika menggunakan. al Habib Husein Ibn Alwy Ibn Aqiel juga pernah menegaskan hal ini. murid ini sepertinya tidak puas, kemudian menyampaikan sebuah hadits.
«من جر ثوبه خيلاء لم ينظر الله إليه» Barang siapa yang memanjangkan pakaiannya hingga melebihi mata kaki karena kesombongan, maka Allah tidak akan melihat(memperdulikan)orang tersebut.
Saya sampaikan kepadanya bahwa hadits riwayat itu atau riwayat yang lain tentang isbal, selalu disertai dengan kata خيلاء atau karena sombong, sehingga bila cara pakai celana, sarung atau jubah melebihi matakaki tanpa niatan sombong tetapi lebih mengarah kepada keindahan atau alasan lain maka tidak termasuk hadits tersebut diatas. al Habib Husein Ibn Alwy Ibn Aqiel bahkan menyatakan memanjangkan celana bisa menjadi berhukum sunnah apabila diniatkan untuk keindahan karena Allah itu indah dan mencintai keindahan. disamping itu dalam subulussalam juz 4 hal 1971 mengomentari hadits diatas disebutkan:
وتقييد الحديث بالخيلاء دال بمفهومه أنه لا يكون من جره غير خيلاء داخلاً في الوعيد وقد صرح به ما أخرج البخاري وأبو داود والنسائي أنه قال أبو بكر رضي الله عنه لما سمع هذا الحديث: إن إزاري يسترخي إلا أن أتعاهده، فقال له صلى الله عليه وآله وسلم: «إنك لست ممن يفعله خيلاء» وهو دليل على اعتبار المفاهيم من هذا النوع.
taqyid/pembatasan hadits tersebut dengan kata الخيلاء / sombong,menunjukkan kefahaman bahwa orang yang memanjangkan/isbal bukan dengan maksud sombong, tidaklah termasuk dalam ancaman (Allah), telah benar-benar menjelaskan hal ini, hadits yang diriwayatkan imam Bukhari, dawud dan nasai bahwa ketika Abu Bakar mendengar hadits ini, diberkata, "sesungguhnya sarungku terjulur kecuali kalau aku mengikatnya," Rasulullah kemudian berkata :"Sesungguhnya Kamu bukan termasuk orang yang mengerjakannya karena sombong" Komentar Nabi ini merupakan dalil tentang tolok ukur kepahaman pada masalah ini.
Jadi kepahaman sebagian kelompok yang menggebyah uyah semua celana panjang hingga sebawah mata kaki terlaknati (shubhanaLLah saya pernah mendengar langsung dan mendapat makalah yang menyebut mereka yang celananya hingga sebawah mata kaki kafir) adalah tidak benar.
Perlu direnungkan pula bahwa berpakaian adalah bagian dari budaya. Dalam Islam kita mengenal istilah tahzin atau etika dalam berpenampilan yang selaras sesuai dengan adat lingkungan setempat. Kita dipersilakan mengikuti tren pakaian masa kini asal tetap mengikuti ketentuan yang wajib yakni untuk laki-laki harus menutupi bagian tubuh dari mulai pusar hingga lutut. Innama al a'maalu bi an niyat lah!
0 komentar:
Posting Komentar