Hizbuttahrir adalah pengikut Taqiyuddin An-Nabhani Al-Palesthini (Wafat 1400 H). Di antara kesesatan Hizbuttahrir dan bukti menyempalnya kelompok ini dari mayoritas umat Islam adalah pernyataan mereka bahwa orang yang meninggal dengan tanpa membaiat seorang khalifah maka matinya adalah mati jahiliyah. Artinya menurut mereka matinya orang tersebut laksana matinya orang-orang penyembah berhala.
Berarti menurut mereka, dalam kurun waktu 100 tahun terakhir, seluruh orang muslim yang meninggal, matinya dalam keadaan mati jahiliyah, sebab sejak saat itu dunia Islam vakum dari khalifah. Sementara Khilafah Islamiyah tertinggi yang mengurus seluruh keperluan umat Islam terputus sejak lama. Umat Islam yang pada masa sekarang tidak mengangkat kholifah, mereka seungguhnya mempunyai udzur (alasan yang diterima). Yang dimaksud umat Islam disini adalah rakyat, karena terbukti rakyat tidak memiliki kemampuan untuk mendirikan khilafah dan mengangkat seorang khalifah. Lantas berdosakah mereka jika memang tidak mampu? Bukankah Allah Ta’ala berfirman:
لا يكلف الله نفسا إلا وسعها (البقرة: 268)
“Allah tidak membebankan terhadap satu jiwa kecuali apa yang ia sanggup melakukanya”. (Q.S. Al Baqoroh 268)
Lebih sesat lagi, Hizbuttahrir menyatakan bahwa seorang hamba adalah pencipta perbuatannya yang ikhtiari (dilakukan atas dasar kemauanya). Sementara hanya perbuatanya yang bersifat idlthirari (perbuatan yang di luar inisiatifnya seperti detak jantung, takut, menggigil karena dingin dan lain-lain) yang diciptakan oleh Allah. Dengan pernyataan ini, Hizbuttahrir telah menyalahi firman Allah:
الله خالق كلّ شيء (سورة الزمر: 62)
“Allah adalah pencipta segala sesuatu”. (Q.S. Az-Zumar 62). Segala sesuatu dalam ayat ini berarti tubuh manusia dan segala perbuatanya.
Mereka juga menyalahi firman Allah:
هل من خالق غير الله (سورة فاطر: 3)
“Adakah pencipta selain Allah?” (Q.S. Fatir 3).
Maksudnya tidak ada sang pencipta atau yang mengadakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada (ARAB) kecuali Allah.
Juga menyalahi firman Allah:
قل إنّ صلاتي و نسكي و محياي ومماتي لله رب العالمين لا شريك له (سورة الأنعام: 162–163)
“Katakanlah (wahai Muhammmad) sesungguhnya sholatku dan nusuk (sembelihan yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah seperti Al hadid dan kurban Idul Adha)-ku, hidupku dan matiku adalah milik Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagiNya”. (Q.S. Al An’am 162-163).
Pada ayat ini dengan jelas dinyatakan bahwa sholat dan nusuk yang merupakan perbuatan ikhtiyari, semuanya adalah ciptaan Allah tidak ada yang menyekutuiaNya dalam hal ini. Bahwa hanya Allah yang menciptakannya dan yang mengadakanya dari tidak ada menjadi ada.
Ayat-ayat tersebut semuanya menunjukan bahwa seluruh apa yang ada di dunia ini adalah ciptaan Allah. Semua benda (dzat) dan sifat-sifatnya seperti diam, bergerak, warna, fikiran, rasa sakit, rasa nikmat mengerti, lemah dan lain-lain, kesemuanya tidak lain ciptaan Allah. Manusia hanyalah berbuat, tidak menciptakan. Ini adalah paham yang telah menjadi ijma’ (kesepakatan) para sahabat dan mayoritas umat Islam hingga kini.
Di antara ayat Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa manusia bukan pencipta perbuatanya, baik perbuatan yang bersifat ikhtiyari maupun idlthirari, adalah firman Allah:
فلم تقتلوهم ولكنّ الله قتلهم (سورة الأنفال: 17)
“Kalian tidaklah membunuh mereka, tapi Allah yang membunuh mereka”. (Q.S. Al Anfal: 17).
Sekalipun orang-orang muslim yang berperang dan membunuh, namun begitu -seperti yang dijelaskan ayat- Allah menafikan bahwa mereka membunuh secara hakiki. Karena para sahabat mati yang menjadi khitab (yang diajak bicara) meskipun mereka melakukan pembunuhan tetapi bukanlah mereka pencipta perbuatan membunuh tersebut yang mereka lakukan tidak lain hanyalah sisi kasab (kasab adalah apabila seorang hamba merngalahkan niat dan kehendaknya untuk melakukan suatu perbuatan dan pada itulah Allah menciptakan dan menampakan perbuatan mereka tersebut) dan dhahirnya saja. Pada hakikatnya Allah lah yang menciptakan perbuatan mereka tersebut dari tidak ada menjadi ada. Lanjutan firman Allah dari surat Al-Anfal tersebut:
وما رميت إذ رميت ولكن الله رمى (سورة الإنفال :17)
“Dan tidaklah engkau melempar secara hakiki saat engkau melempar, tetapi Allah yang menciptakan perbuatan melempar yang telah engkau lakukan”.(Q.S. Al Anfal 17).
Pada ayat ini Allah menafikan perbuatan melempar dari Rasul Allah SAW dalam pengertian hakikat dan penciptaannya. Menafikan pengertian mengadakan dari tidak ada menjadi ada. Jadi maksud ayat tersebut : “Engkau wahai Muhammad tidaklah menciptakan perbuatan melempar yang terjadi dalam dirimu, akan tetapi itu adalah ciptaan Allah. Allah mengadakannya dari tidak ada menjadi ada”. Pada ayat ini Allah pada satu sisi menafikan perbuatan melempar dari Rasul Allah SAW, yaitu dari segi penciptaan atau mengadakan dari tidak ada menjadi ada dan menetapkan adanya perbuatan dari Rasul Allah SAW dari sisi lain, yaitu dari segi kasab, yakni Rasulullah SAW melakukan perbuatan melempar tetapi tidak melakukannya.
Dengan demikian keyakinan Hizbuttahrir jelas menyalahi kedua ayat ini lebih jelas lagi menyalahi ayat akhir. Imam Abu Hanifah berkata:
أعمال العباد فعل منهم و خلق الله
“Perbuatan-perbuatan hamba adalah perbuatan dari mereka dan ciptaan Allah”.
Inilah yang diyakini oleh mayoritas umat Islam, baik mereka para ulama salaf (mereka yang hidup pada 300 tahun pertama hijriah ; yaitu periode Sahabat Nabi, Tabiin, Tabiit Tabiin) maupun ulama khalaf (pasca periode salaf hingga kini). Pendapat yang menyalahi aqidah ini berarti telah menyalahi Al Qur’an dan Hadist Nabi. Dalam sebuah hadist riwayat Bukhari diriwayatkan bahwa Rasullullah SAW apabila kembali dari haji atau umroh atau berperang, beliau berkata:
لاإله إلا الله وحده لاشريك له نصر عبده وأعزّ جنده وهزم الأحزاب وحده
“Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, Dialah yang menolong hambaNya, memenangkan tentaraNya dan Dia yang mengalahkan semua kelompok (musuh) dengan sendirian”.
Dalam hadist ini Rasullah menjadikan kekalahan semua kelompok musuh sebagai sesuatu yang murni ciptaan Allah SWT tanpa ada andil dari siapapun, padahal secara dhahir mereka, pasukan Nabi dan kaum muslimin telah mengalahkan musuh. Hadist ini cukup memberikan pemahaman yang sangat jelas. Namun begitu, masih banyak ayat lainnya yang memberikan pemahaman yang sama, bahwa manusia sama sekali tidak menciptakan perbuatannya. Di antaranya firman Allah SWT:
واصبر وما صبرك إلا بالله
“Dan sabarlah engkau (wahai Muhammad) dan tidaklah kesabaranmu kecuali dengan penciptaan Allah”. (QS. An-Nahl: 127)
Pada ayat lain Allah SWT berfirman:
وما توفيقي إلا بالله
“Dan tidaklah taufiqku (petunjuk kepada ketaatan) kecuali dengan ciptaan Allah”. (QS. Hud: 88).
1 komentar:
Kenapa mesti menjelek-jelekan keyakinan dan pemahaman orang lain. Justru kalo kita merasa paling benar itulanh yang pertama akan masuk neraka. Berhati-hati lebih baik, jangan sampai menyebarkan berita yang kita belum tahu kebenarannya. Tabayunlah kalo memang kita beragama islam.
Posting Komentar